BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang
Takhrij al-hadis
dapat diibaratkan sebagai pintu masuk bagi kegiatan penelitian hadis.
Penguasaan terhadap materi ini akan dapat memudahkan kita semua dalam
menelusuri hadis-hadis yang ingin dicari dalam kitab-kitab hadis.
Menurut M. Syuhudi
ada tiga alasan utama yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij
al-hadis dalam melakukan penelitian hadis, diantaranya:
- Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis.
Suatu hadis akan
sulit diketahui status dan kualitasnya bila terlebih dahulu tidak
diketahui asal-usulnya, tanpa diketahui asal-usulnya, maka sanad dan
matn hadis yang bersangkutan sulit diketahui susunannya menurut
sumber pengambilannya.
- Untuk mengetahui seluruh riwayat.
Suatu hadis mungkin
memiliki lebih dari satu sanad dan mungkin saja salah satu dari sanad
itu berkualitas dhaif dan yang lainnya shahih. Untuk mengetahui hadis
yang sanadnya berkualitas dhaif dan shahih, maka terlebih dahulu
harus mengetahui seluruh riwayat hadis tersebut dengan takhrij
al-hadis.
- Untuk mengetahui ada dan tidak adanya syahid dan muthabi pada sanad.
Dalam sebuah sanad
hadis mungkin ada periwayat lain yang sanadnya mendukung pada sanad
hadis tadi. Dukungan itu bila terletak pada periwayat tingkat
pertama, yakni tingkat sahabat nabi, disebut sebagai syahid, sedang
bila terletak dibagian bukan tingkat shabat nabi, maka disebut
sebagai muthabi.
Pentingnya kegiatan
takhrij al-hadis bagi orang yang mempelajari ajaran islam
dikemukakan Mahmud al-tahhah sebagai berikut:
“menegtahui
masalah takhrij, kaidah dan metodenya adalah suatu yang sangat
penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu syara’, agar mampu
melacak suatu hadis sampai pada sumber aslinya. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kegunaan takhrij ini adalah sangat besar, terutama
bagi yang mempelajari hadis dan ilmunya. Dengan takhrij, seorang
mampu mengetahui tempat hadis pada sumber aslinya, yang mula-mula
ditulis oleh para imam ahli hadis. Kebutuhan takhrij adalah penting
sekali karena orang yang mempelajari ilmu tidak akan dapat
meriwayatkannya, kecuali setelah mengetahui ulama-ulama yang telah
meriwayatkan hadis dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya. Oleh
karena itu ilmu takhrij ini sangat dibutuhkan oleh setiap orang yang
membahas atau menekuni ilmu-ilmu syari’ dan yang sehubungan
dengannya.”
Rumusan masalah
- Apakah ta’rif dari takhrij al-hadis?
- Apakah manfaat takhrij al-hadis?
- Bagaimanakah cara melakukan takhrij al-hadis?
Tujuan
- Untuk mengetahui secara mendalam mengenai takhrij al-hadis.
- Mengetahui manfaat-manfaat takhrij al-hadis.
- Mengetahui dan memahami cara melakukan takhrij al-hadis.
BAB II PENBAHASAN
Pengartian takhrij al-hadis
Secara etimologi,
kata takhrij berasal dari kata kharraja, yang berarti
al-zuhur(tampak) dan al-buruj(jelas). Takhrij juga bias berarti
al-istinbat (mengeluarkan), al-tadrib (meneliti), dan al-taujih
(menerangkan). Sedangkan menurut Mahmud al-tahhah, takhrij memiliki
arti ijtima’ amrain mutadadain fi syaiin wahid (kumpulan dua
perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah).
Adapun secara
terminologis, takhrij adalah menunjukkan tempat hadis pada
sumber-sumber aslinya, dimana hadis tersebut telah diriwayatkan
lengkap dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya bila
diperlukan.
Takhrij menurut
istilah ahli hadis, mempunyai pengertian:
- Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan periwayatannya dengan sanad lengkap serta dengan penyebutan metode yang mereka tempuh. Inilah yang dilakukan para penghimpun dan penyusun kitab hadis, seperti al-bukhari yang telah menghimpun kitab hadis sahih al-bukhari.
- Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis atau berbagai kitab yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri atau para gurunya atau temannya atau orang lain dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab ataupun karya yang dijadikan sumber acuan. Kegiatan ini seperti yang dilakukan oleh imam al-baihaqi yang banyak mengambil hadis dari kitab al-sunan karya abu al-hasan al-basri al-safar, lalu al-baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri.
- Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun mukharrij-nya langsung. Kegiatan takhrij seperti ini sebagaimana yang dilakukan oleh para penghimpun hadis dari kitab-kitab hadis, misalnya ibn hajar al-asqalani yang menyusun kitab bulug al-maram.
- Mengemukakan hadis berdasarkan kitab tertentu dengan disertakan metode periwayatan dan sanadnya serta penjelasan keadaan para periwayatnya serta kualitas hadisnya. Pengertian al-takhrij semacam ini sebagaimana dilakukan oleh Zain al-din Abd al-rahman ibn al-husain al-iraqi yang melakukan takhrij terhadap hadis-hadis yang dimuat dalam kitab ihya’ ulum al-din karya al-ghazali, dengan judul bukunya ikhbar al-ikhya’ bi akhbar al-ikhya’.
- Mengemukakan letak asal suatu hadis dari sumbernya yang asli, yakni berbagai sumber kitab hadis dengan dikemukakan sanadnya secara lengkap untuk kemudian dilakukan penelitian terhadap kualitas hadis yang bersangkutan. Pengertian takhrij yang tercakup disini seperti kegiatan penelitian terhadap satu hadis tertentu atau satu tema tertentu ataupun dalam kitab tertentu.
Manfaat takhrij
Adapun manfaat dari
kegiatan takhrij al-hadis sangat banyak, diantaranya:
- Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dimana suatu hadis berada beserta ulama yang meriwayatkannya.
- Dapat memperjelas keadaan sanad, dengan membandingkan riwayat-riwayat hadis yang banyak itu, maka dapat diketahui apakah riwayat hadis tersebut munqathi’, mu’dal dan lain-lain. Demikian pula dapat diketahui apakah status ruwayat tersebut sahih, hasan atau dhaif.
- Dapat memperjelas periwayat hadis yang samar, dengan adanya takhrij kemungkinan dapat diketahui nama periwayat yang sebenarnya secara lengkap.
- Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
- Dapat menghilangkan unsur syadz.
- Dapat menghilangkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dilakukan oleh periwayat.
- Dapat menjelaskan waktu dan tempat turunnya hadis, dan lain-lain.
Cara melakukan takhrij al-hadis
Secara garis besar
ada dua cara dalam melakukan takhrij al-hadis, yaitu pertama, takhrij
hadis dengan cara konvensional. Maksudnya melakukan takhrij hadis
dengan menggunakan kitab-kitab hadis atau kitab-kitab kamus. Kedua,
takhrij al-hadis dengan menggunakan perangkat computer melalui
bantuan cd-rom.
Ada lima metode yang
bias dipergunakan dalam kegiatan takhrij al-hadis secara
konvensional. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan
tersendiri, meski tujuan akhir tkhrij tetaplah sama, yakni menelusuri
hadis dari sumber yang asli.
- Denganmengetahui rawi hadis yang pertama, yakni sahabat apabila hadis tersebut muttasil dan tabiin apabila hadis tersebut mursal.
Dengan mengetahui
nama rawi pertama atau sanad terakhir dari suatu hadis, lafadz matn
secara lengkap disertai sanadnya dapat diketahui melalui peneluusuran
dari kitab-kitab atraf, musnad dan kitab mu’jam.
- kitab musnad
kitab musnad adalah
kitab yang disusun pengarangnya berdasarkan nama-nama sahabat atau
kitab yang menghimpun hadis-hadis sahabat. Jumlah kitab musnad banyak
sekali, al-khattani menyebut 82 kiyab da nada yang menyebut 100
kitab. Sanyangnya hanya beberapa itab saja yang sampai pada kita.
Adapun urutan nama
dalam musnad-musnad yang ada tidaklah seragam, ada yang diurutkan
berdasarkan alphabet, berdasarkan yang lebih utama, lebih dulu masuk
islam, dan berdasarkan kabilah atau wilayah daerah.
Diantara
kitab-kitab musnad ialah:
- Musnad ahmad ibn hambal, kitab ini terdiri dari 40.000 hadis yang memuat 904 sahabat.
- Musnad abu bakr Abdullah ibn al-zubair al-humaidi, kitab ini berisi 13000 hadis dan memuat 180 nama sahabat.
- Musnad abu dawud sulaiman ibn dawud al-tayalisi.
- Musnad abi ishaq Ibrahim ibn nasr.
- Musnad asad bin musa al-umawi, dan lain-lain.
- Kitab mu’jam
Kitab mu’jam
adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat,
guru-gurunya, negaranya atau yang lainnya berdasarkan urutan
alphabet.
Diantara kitab
mu’jam yang disusun berdasarkan nama sahabat adalah:
- Al-mu’jam al-kabir karya abu al-qasim sulaiman ibn ahmad al-tabarani (w.360 H)
- Al-mu’jam al-ausat karya abu al-qasim sulaiman ibn ahmad al-tabarani (w.360 H)
- Mu’jam al-sahabah karya ahmad ibn ali ibn lali al-hamdani (w. 398 H)
- Kitab atraf
Kitab yang
didalamnya disebut sebagian saja dari suatu lafadz hadis dan
diisyaratkan kelanjutannya dan diterangkan sanadnya baik seluruhnya
atau sebagian besar. Urutan didasarkan nama berdasarkan alphabet.
Diantara kitab atraf
yang mashur ialah:
- Atraf al-sahihain karya abu mas’ud Ibrahim ibn Muhammad al-dimasyqi (w.410 H)
- Al-asyraf ala marifah al-atraf karya abu al-qasim ali ibn al-hasan yang terkenal dengan nama ibn asakir al-dimasyqi (w. 571 H)
- Tuhfah al-asyraf bi marifah al-atraf karya abu al-hajjaj yusuf abdul rahman al-mazi (w. 742 H)
- Dengan mengetahui lafadz awal suatu hadis.
- Dengan mengetahui sebagian lafadz hadis, baik di awal, tengah maupun akhir matannya.
Refrensi yang paling
representative untuk metode ini yaitu kitab karya Arnold john wensick
dengan judul al-mu’jam al-mufahras li alfaz al-hadis an-nawawi,
dengan penerjemah Muhammad fuad abdul baqi. Kitab ini merupakan kitab
kamus dari 9 kitab hadis, yakni sahih al-bukhari, sahih muslim, sunan
abi dawud, sunan al-tirmidzi, sunan al-nasa’i, sunan ibn majah,
sunan al-darimi al-muwattha’ imam malik, dan musnad ahmad ibn
hambal.
Untuk musnad
ahmad(حم)
hanya disebutkan juz serta halamannya. Sahih muslim(م)
dan al-muwatta’(ط)
nama bab dan nomor urut hadis, sedangkan sahih al-bukhari(خ),
sunan abi dawud(د),
sunan at-tirmizi(ت),sunan
an-nasa’i(ن),
serta sunan ibn majah(جه),
sunan al-darimi(دى)
disebutkan nama bab serta nomor urut babnya.
- Dengan mengetahui tema hadis
Mengetahui suatu
hadis termasuk dalam tema tertentu, memungkinkan seseorang untuk
menemukan sumbernya yang asli, yakni kitab yang disusun berdasarkan
bab-bab atau masalah-masalah tertentu.
- Dengan mengamati secara mendalam sanad dan matn.
Metode kelima dalam
penelusuran hadis ini ialah dengan mengamati secara mendalam sanad
dan matn hadis, yaitu dengan melihat petunjuk dari sanad, matn atau
sanad dan matn-nya secara bersamaan.petunjuk dari matn, misalnya
adanya kerusakan makna hadis, menyelisihi al-qur’an ataupun
petunjuk bahwa hadis itu palsu ataupun yang lainnya. Kitab-kitab yang
bias menjadi rujukan adalah:
- Al-maudhuat al-sugra, karya ali al-qari (w. 1014 H)
- Tanzih al-syariah al-marfuah, karya al-kinani (w. 963 H)
Cara melakukan
takhrij al-hadis dengan menelusuri dan membaca kitab-kitab hadis atau
kamus sangat baik, namun memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk
mempercepat proses penelusuran dan dan pencarian hadis secara cepat,
jasa computer dengan program mausuah al-hadis al-syarif al-kutub
al-tisah bias digunakan. Program ini merupakan software computer yang
tersimpan dalam conpact disk read only memory (CD-ROM) yang
diproduksi sakhr pada tahun 1991 edisi 1.2.
Program ini memuat
seluruh hadis yang terdapat didalam al-kutub al-tisah (sahih
al-bukhari, sahih muslim, sunan al-tirmizi, sunan al-nasa’i, sunan
abi dawud, sunan ibn majah, musnad ahmad ibn hambal,muwattha malik,
dan sunan al-darimi) lengkap dengan sanad dan matn-nya.
Disamping itu
program ini juga mengandung dta-data tentang biografi, daftar guru
dan murid, al-jarh wa al-ta’dil dari semua periwayat hadis yang ada
didalam al-kutub al-tisah. Program ini juga bias menampilkan skema
sanad hadis, baik satu jalur maupun skema semua jalur periwayatan.
Peta konsep
Contoh takhrij al-hadis
- Hadis tentang “syafaat nabi bagi umatnya”
لِكُلِّ
نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ وَاِنِّي
اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً
لِاُمَّتِي وَهِيَ نَائِلَةٌ اِنْ شَاّء
اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْهُمْ لَايُشْرِكُ
بِاللهِ شَيْئًا
“setiap
nabi tersedia baginya satu doa mustajab (pasti dikabulkan oleh allah
swt.). dan aku masih menyimpan permintaanku itu agar menjadi syafaat
untuk umatku kelak, dan syafaatku itu insya allah mencapai siapa saja
dari umatku yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan
allah dengan apapun selain-Nya.”
Setelah
dilakukan takhrij al-hadis, hadis diatas bersumber dari:
- Al- bukhari, kitab al-daawat, no.hadis 5829. Dan kitab al-tauhid, no.6920.
- Muslim, kitab al-imam, no.hadis 293-298 dan 300.
- Al-tirmizi, kitab al-daawat an rasulillah, no.hadis 3526.
- Ibn majah, kitab al-zuhd, no.hadis 4297.
- Malik, kitab al-nida li al-salah, no.hadis 443.
Al-bukhari,
kitab al-daawat, no.hadis 5829:
حدثنا
اسماعيل قال حدثني مالك عن ابي الزناد عن
الأعرج عن ابي هريرة ان رسول الله صلى
الله عليه وسلم قال لكل نبي دعوة مستجابة
يدعو بها واريد ان اختبئ دعوتي شفاعة
لأمتي في الأخرة
Muslim,
kitab al-iman, no.hadis 293.
حدثني
يونس بن عبد الأعلى اخبرنا عبد الله بن
وهب قال اخبرني مالك بن أنس عن ابن شهاب
عن ابي سلمة بن عبد الرحمن عن ابي هريرة
ان رسول الله صلى الله عليه وستم قال لكل
نبي دعوة يدعوها فأريد ان اختبئ دعوتي
شفاعة لأمتي يوم القيامة
Ibn
majah, kitab al-zuhd, no.hadis 4297.
حدثنا
ابوبكربن ابي شيبة حدثنا ابو معاوية عن
الأعمش عن ابي صالح عن ابي هريرة قال قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم لكل نبي
دعوة مستجابة فتعجل كل نبي دعوته وان
اختبأت دعوة شفاعة لأمتي فهي نائلة من
مات منهم لايشرك بالله شيأ
Malik,
kitab al-nida li al-salah, no.hadis 443.
حدثني
يحي عن مالك عن ابي الزناد عن الأعرج عن
ابي هريرة ان رسول الله صلى الله عليه
وسلم قال لكل نبي دعوة يدعو بها فأريد ان
اختبئ دعوتي شفاعة لأمتي في الأخرة.
MUDASSIR,
D. (1999). ILMU
HADIST. BANDUNG:
PUSTAKA SETIA BANDUNG.
MUSTHOLAKHUL
HADIST